Penutur Ulang Lukman Hakim Zuhdi Seseorang yang telah ditentukan oleh Allah SWT untuk menjadi nabi dan rasul adalah hamba yang terbaik, sabar dan saleh. Tersebutlah nama Nabi Zulkifli ‘alaihis salam di antaranya. Ayah Nabi Zulkifli bernama Nabi Ayyub ‘alaihis salam. Ibunya bernama Rahmah. Dengan demikian, Nabi Zulkifli masih terhitung cucu Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Sebetulnya nama asli Nabi Zulkifli ialah Basyar. Namun karena ia selalu mampu memegang amanat dan janji, maka dijuluki Zulkifli. Secara sederhana, Zulkifli berarti orang yang sanggup.
Sejak kecil hingga dewasa, Nabi Zulkifli belum pernah berbohong kepada
siapapun. Semua janji yang diucapkannya senantiasa ditepati, sehingga
teman-teman dan orang-orang sangat senang kepadanya. Selain itu, ia
cepat dikenal masyarakat lantaran semua tingkah lakunya mencerminkan
kebaikan dan kebenaran. Sikap dan pendiriannya tidak mudah goyah.
Emosinya benar-benar terkontrol secara baik. Saat ditimpa cobaan dan
mendapat masalah, ia pun menerimanya secara sabar, tanpa mau mengeluh
atau cerita ke orang lain. Ia lebih suka curhat dan mendekatkan diri
kepada Allah SWT.
Nabi Zulkifli dibesarkan di sebuah negara yang dipimpin oleh seorang
raja yang arif dan bijaksana. Raja tidak suka mementingkan dirinya.
Semua pikiran, tenaga dan harta kekayaannya ditumpahkan demi wilayah dan
bangsa yang dicintainya. Wajar bila seluruh rakyatnya hidup makmur
dalam suasana kedamaian. Sayangnya raja itu sudah sangat tua dan tidak
memiliki keturunan sama sekali. Sang raja sangat bingung dan gelisah
mengenai penggantinya kelak, termasuk nasib negara dan warganya.
Nabi Zulkifli Memenangkan Sayembara
Berhari-hari sang raja memikirkan persoalan tersebut. Ia pun meminta
pertimbangan dan berdiskusi dengan para penasehat istana. Akhirnya
ditemukan jalan keluar terbaik, yakni mengadakan sayembara terbuka.
Dalam tempo cepat pengumuman sayembara sudah tersebar ke seluruh daerah
kekuasaannya. Di antara materi sayembara itu ialah untuk memberi
kesempatan kepada seluruh rakyatnya agar bisa memimpin negaranya. Adapun
caranya, rakyat diminta hadir di halaman istana yang luas pada hari dan
waktu yang telah ditentukan.
Saat yang ditunggu tiba. Sejak pagi hari rakyat berbondong-bondong
datang memenuhi alun-alun istana untuk mengikuti sayembara. Nabi
Zulkifli ada di antara kerumunan massa. Mereka harap-harap cemas menanti
kemunculan raja di panggung utama. Beberapa dari mereka ada yang
percaya diri dan yakin akan bisa duduk di atas singgasana menggantikan
raja. Setelah para pengawal istana berusaha menenangkan rakyat, raja
baru menampakkan diri dengan baju kebesarannya. Spontan terdengar
gemuruh tepuk tangan menandai rasa hormat dan cintanya terhadap raja.
Raja berdiri di mimbar. Ia memandangi lautan manusia yang telah menyemut
dan menanti pernyataannya. Rakyat terdiam, suasana hening. “Wahai
seluruh rakyat yang aku cintai, seperti diketahui, kini aku sudah lanjut
usia. Aku pun tidak mempunyai keturunan yang bisa meneruskan kejayaan
kerajaan ini. Sementara aku tidak akan lama lagi berada di antara
kalian. Sebagaimana yang berlaku selama ini, titah raja selalu dituruti
dan tingkah lakunya diikuti rakyatnya. Maka dari itu, aku akan mengambil
salah satu dari kalian yang terbaik. Sebagai persyaratan utama, orang
yang akan menempati posisiku adalah orang yang pada siang hari melakukan
puasa dan malam hari mengerjakan ibadah.” Demikian isi pidato raja
dengan nada bicara yang tegas dan berwibawa.
Seusai memberikan penjelasan, raja mempersilakan rakyatnya yang merasa
sanggup dengan persyaratannya agar mengangkat tangannya. Namun setelah
ditunggu beberapa lama, tidak ada seorang pun yang berani mengacungkan
jarinya. Bagi mereka, ketentuan itu jelas sangat berat. Tiba-tiba Nabi
Zulkifli mengangkat tangan, melangkah ke hadapan raja, kemudian berkata
dengan mantap tapi tetap rendah hati, “Maaf baginda, kiranya hamba
sanggup menjalankan puasa pada siang hari dan mengerjakan ibadah pada
malam hari.”
Semua yang hadir terkejut, tak terkecuali raja. Raja tidak yakin
kepadanya mengingat usia Nabi Zulkifli masih sangat muda. Raja mengamati
Nabi Zulkifli secara detail dari ujung rambut hingga ujung kaki. Nabi
Zulkifli kembali menegaskan, “Wahai paduka, hamba tidak main-main dengan
ucapan hamba. Apa yang paduka minta akan hamba laksanakan.” Raja
terdiam sejenak, lantas memutuskan untuk mengabulkan permohonan Nabi
Zulkifli. Selang beberapa menit acara sayembara usai. Rakyat membubarkan
diri, pulang ke rumah masing-masing.
Nabi Zulkifli Tidak Terlena Kemewahan
Malam harinya sang raja bisa tidur tenang. Ia senang sebab sudah
menemukan putra mahkota. Sejak itu Nabi Zulkifli tinggal di dalam istana
menemani kegiatan-kegiatan raja. Namun, kemewahan segala fasilitas
istana, kilauan permata, hamparan permadani, dan empuknya ranjang tidur
tidak membuat Nabi Zulkifli lupa daratan. Ia tetap menjadi diri sendiri,
hidup sederhana seperti dulu. Menjelang detik-detik mangkat, raja
berpesan kepada Nabi Zulkifli agar tetap menjalankan persyaratan
sepeninggalnya. Nabi Zulkifli pun bersumpah akan menjaga amanat tersebut
hingga akhir hayatnya.
Kewafatan sang raja menimbulkan duka yang mendalam bagi rakyatnya,
apalagi bagi Nabi Zulkifli. Mereka berduyun-duyun mengantarkan raja ke
peristirahatan terakhirnya. Negeri itu dirundung masa berkabung beberapa
hari. Sesuai kesepakatan, kekosongan kursi raja segera ditempati Nabi
Zulkifli yang merangkap sebagai hakim. Rakyat sangat berharap pemimpin
baru mereka lebih membawa kebaikan, kemakmuran dan kedamaian. Setelah
menjadi raja, Nabi Zulkifli mulai mengatur jadwal berpuasa, beribadah
serta melayani rakyatnya sepenuh jiwa dan raganya.
Nabi Zulkifli bekerja hampir tidak mengenal waktu, pagi, siang maupun
malam. Seluruh kebutuhan dasar rakyatnya dipenuhi. Urusan-urusan mereka
diselesaikannya secara baik dan adil, tanpa menimbulkan gejolak atau
memunculkan konflik baru. Ia tidak mau membeda-bedakan orang yang
meminta uluran tangannya. Semua diperlakukan sama dan dihadapi dengan
sabar. Hasilnya, di bawah kepemimpinannya, rakyat bisa hidup senang,
tenteram dan bahagia. Selain itu yang paling penting, sejak menjadi
raja, Nabi Zulkifli makin bertambah besar ketakwaannya kepada Allah SWT.
Cobaan Bagi Nabi Zulkifli
Satu malam menjelang Nabi Zulkifli beranjak ke tempat tidur, pintu
kamarnya diketuk seorang pembantu istana. Menurut pembantunya, seorang
warga datang untuk meminta bantuan Nabi Zulkifli. Nabi Zulkifli kemudian
menemuinya dengan sikap ramah. Warga itu segera mengadukan persoalannya
sembari menundukkan wajahnya. Ia mengaku baru dirampok di tengah
perjalanan. Harta bendanya ludes dirampas orang lain. Nabi Zulkifli
mendengarkan penuturannya dengan penuh kesabaran.
Setelah menyimak apa yang disampaikan warga itu, Nabi Zulkifli merasa
ada yang ganjil. Sebab, lokasi yang diduga tempat berlangsungnya
peristiwa perampokan sesungguhnya kawasan yang aman. Apalagi, di wilayah
negerinya selama ini tidak pernah ada tindak kejahatan. Nabi Zulkifli
lantas bertanya siapa sebenarnya tamu ini. Warga yang mengaku telah
dirampok itu membuka identitas diri bahwa sesungguhnya ia iblis yang
menyerupai manusia. Tujuan kedatangannya hanya ingin menguji dan
membuktikan kesabaran, kebaikan dan kesalehan Nabi Zulkifli. Tidak
sampai lima menit, iblis itu pun cepat-cepat menghilang dari hadapan
Nabi Zulkifli.
Lain waktu Nabi Zulkifli mendapat cobaan. Sekelompok orang yang durhaka
kepada Allah SWT membuat ulah di dalam negerinya. Nabi Zulkifli
memerintahkan pasukan dan rakyatnya supaya memerangi mereka. Namun,
mereka tidak mau mengikuti perintahnya. Alasannya, mereka takut mati
akibat peperangan itu. Mereka malah meminta jaminan kepada Nabi Zulkifli
agar tidak tewas meski ikut berperang. Nabi Zulkifli tidak marah
melihat sikap mereka. Ia segera bermunajat kepada Allah SWT. Akhirnya,
dalam peperangan itu mereka memperoleh kemenangan dan tidak satu pun
dari mereka yang gugur.***
0 komentar:
Posting Komentar